Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU
No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan
uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Menurut Siamat (1999), kredit
ini dapat digolongkan kedalam enam bentuk yaitu :
1. Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (maturity),
antara lain:
- Kredit
jangka pendek (short-term loan).
- Kredit
jangka menengah (medium-term loan)
- Kredit
jangka panjang (long-term loan).
2. PEnggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (collateral),
antara lain :
- Kredit
dengan jaminan (secured loan).
- Kredit
dengan jaminan (unsecured loan).
3. Kredit berdasarkan segmen usaha, seperti otomotif, pharmasi,
tekstil, makanan, konstruksi dan sebagainya.
4. Penggolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain :
4. Penggolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain :
- kredit
komersil (commercial loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar
kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan.
- Kredit
konsumtif (consumer loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.
- Kredit
produktif (productive loan), yaitu kredit yang diberikan dalam rangka
membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar
produksi.
5. Penggolongan kredit menurut penggunaannya, antara lain :
- Kredit
modal kerja (working capital credit), yaitu kredit yang diberikan oleh
bank untuk menambah modal kerja debitur.
- Kredit
investasi (Invesment credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada
perusahaan untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli
barang-barang modal.
6. Kredit non kas (non cash loan), yaitu kredit yang diberikan
kepada nasabah yang hanya boleh ditarik apabila suatu transaksi yang telah
diperjanjikan telah direalisasikan atau efektif.
Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank. Menurut Rahardja (1997), penilaian kredit harus memenuhi criteria sebagai berikut :
Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank. Menurut Rahardja (1997), penilaian kredit harus memenuhi criteria sebagai berikut :
- Keamanan
kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat
dilunasi kembali.
- Terarahnya
tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan digunakan untuk tujuan
yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
- Menguntungkan
(profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan bagi bank maupun bagi
nasabah.
Menurut Sinungan (1993), metode lain yang dapat digunakan untuk
menentukan nilai kredit adalah dengan menggunakan formula 4P, yaitu :
- Personality
- Purpose
- Prospect
- Payment
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi resiko penilaian
kredit (Rahardja:1997), antara lain :
- Character
- Capacity
- Capital
- Conditional
- Collateral
Risiko Bank Syariah sebetulnya lebih kecil dibanding bank
konvensional. Bank Syariah tidak akan mengalami negative spread, karena dari
dana yang dikucurkan untuk pembiayaan akan diperoleh pendapatan, bukan bunga
seperti di bank biasa. Sementara untuk deposan, Bank Syariah tidak memberikan
bunga melainkan sistem bagi hasil atau mudharabah.
Jika pendapatan dari kredit atau dalam Bank Syariah disebut murabahah ditetapkan 10 persen, maka pada mudharabah (sistem bagi hasil) akan ditetapkan angka lebih rendah. Selisihnya merupakan pendapatan bank sebagai biaya jasa. Risiko Bank Syariah terhadap transaksi foreign exchange juga rendah karena, pada Bank Syariah transaksi valas hanya diizinkan dalam bentuk transaksi spot. Sementara forward dan swap tidak diizinkan karena bersifat gambling. (Karim, 2003).
Aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan dalam penilaian kredit, yang menyangkut kegiatan usaha calon debitur (Siamat:1999), antara lain :
Jika pendapatan dari kredit atau dalam Bank Syariah disebut murabahah ditetapkan 10 persen, maka pada mudharabah (sistem bagi hasil) akan ditetapkan angka lebih rendah. Selisihnya merupakan pendapatan bank sebagai biaya jasa. Risiko Bank Syariah terhadap transaksi foreign exchange juga rendah karena, pada Bank Syariah transaksi valas hanya diizinkan dalam bentuk transaksi spot. Sementara forward dan swap tidak diizinkan karena bersifat gambling. (Karim, 2003).
Aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan dalam penilaian kredit, yang menyangkut kegiatan usaha calon debitur (Siamat:1999), antara lain :
- Aspek
pemasaran. Menyangkut kemampuan daya beli masyarakat, keadaan kompetisi,
pangsa pasar, kualitas produksi dan lain sebagainya.
- Aspek
teknis. Meliputi kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin dan
peralatan, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku.
- Aspek
manajemen. Meliputi struktur dan susunan organisasi, termasuk pengalaman
anggota dan pola kepemimpinan manajemen.
- Aspek
yuridis. Meliputi status hukum badan usaha, kelengkapan izin usaha dan
legalitas barang jaminan.
- Aspek
sosial ekonomi. Meliputi keadaan keuangan perusahaan debitur yang
dibiayai.
Manajemen kredit bank syari’ah secara umum diterapkan dengan
berpegang teguh kepada syariah Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadist). Diharapkan
lembaga keuangan maupun bank dengan sistem syariah dapat menjaga kestabilan
keuangan mereka (income stability). Selain itu, bank syariah diharapkan dapat
lebih memaksimalkan pelayanan mobilisasi dana masyarakat dan memberikan jaminan
keuangan dengan pasti. Di sisi lain, penyaluran kembali dana masyarakat dalam
bentuk pembiayaan, akan berjalan normal sesuai dengan harapan dan tujuan
bersama.
Permasalahan yang biasanya dialami oleh lembaga keuangan syariah atau bank muamalat dalam kegiatan operasionalnya, antara lain :
Permasalahan yang biasanya dialami oleh lembaga keuangan syariah atau bank muamalat dalam kegiatan operasionalnya, antara lain :
- Modal
(capital).
- Human
resource activity (kegiatan operasional).
- Operational
management system (sistem manajemen keuangan).
- Financial
management system (sistem manajemen keuangan).
- Loyality
of credit (loyalitas kredit).
Karim
(2003), mengemukakan bahwa pada sisi kredit, dalam aturan syariah bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli murabahah).
Mekanisme seperti itu, akan mencegah kemungkinan dana kredit digunakan untuk
transaksi spekulasi, atau untuk jual beli valas. Jika terjadi default, bank
mudah mendapatkan dananya kembali karena ada aset yang nilainya jelas berupa sejumlah
kredit yang dikucurkan. Dalam Bank Syariah, karakter nasabah (personal
guarantee) lebih dinomorsatukan, ketimbang cover guarantee berupa aset. Debitor
yang dinilai tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya baik akan mendapat
prioritas.
0 komentar:
Posting Komentar