MAKALAH
AL-QIYAS
(Syllogisme)
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Mantiq
Dosen pengampu: Drs. MAT JALIL. M.Hum
Oleh:
ANGGI PRATIWI
NPM: 1172084
Jurusan: Syari’ah
Program Studi: Ekonomi Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2011 / 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan pencipta
alam semesta yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang
menjadikan setiap apa yang ada dibumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang
berfikir. Dan sungguh berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini demi memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapakan banyak terimakasih.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapakan
saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang
akan mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
Metro,
11 Novenber 2011
Anggi Pratiwi
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………….
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………………...
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang …………………………………………………
B. Rumusan
masalah ……………………………………………..
C. Tujuan
dan Kegunaan ………………………………………....
D. Metode
penulisan ………………………………………………
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Qiyas ………………………………………………
B. Ajzaul
Qiyas …………………………………………………..
C. Macam-macam
Qiyas …………………………………………
D. Syarat-syarat
Qiyas ……………………………………………
E. Rukun
Qiyaas ………………………………………………….
F. Asyakalul
Qiyas Wadhurubuhu ……………………………….
G. Hukum-hukum
Qiyas ……………………………………….....
BAB
III KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BIOGRAFI
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hidup bagi manusia berarti rangkaian keputusan yang
tiada henti-hentinya. Keputusan itu adakalanya dikatakan dalam bentuk bahasa,
adakalanya dinyatakan dalam bentuk tindakan dan adakalanya tinggal saja dalam
batin manusia. Adapun keputusan tersebut merupakan hasil dari qiyas (Syllogisme), yaitu pengambilan kesimpulan
dimana kita menarik dua macam keputusan (qadhiyah) yang mengandung unsur
bersamaan dan salah satunya harus universil, suatu keputusan ketiga yang
kebenarannya sama dengan kebenaran yang ada pada kedua keputusan yang terdahulu
itu.
Agar qiyas menjadi jalan pikiran yang lurus sehingga
mencapai kebenaran, maka qiyas harus tunduk pada kebenaran ketentuan. Jika
qiyas telah mengikuti aturan-aturan ini maka ia akan menghasilkan kebenaran
logis atau kebenaran formal. Sedangkan kebenaran objektif atau kebenaran
material akan tercapai jika premis-premisnya telah dibuktikan kebenarannya.
B.
Rumusan
Masalah
Setiap penelitian pada awalnya karena adanya
masalah. Maslah penelitian timbul karena adanya tantangan, kesangsian, atau
kebingungan terhadap sesuatu hal atau permaslahan.
Penyusunan makalah ini berusaha menjawab pertanyaan
yang dirumuskan sebagai berikut:
·
Apakah yang
dimaksud dengan qiyas?
·
Apasajakah
bagian-bagian dari qiyas?
C.
Tujuan
dan Kegunaan
1. Tujuan:
Seperti yang tersirat
pada rumusan masalah diatas, makalah ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui
apakah maksud dan arti qiyas.
b. Mengetahui
dan memahami qiyas dan bagian-bagiannya.
2. Kegunaan:
Diharapkan makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi:
1. Siswa
dan guru, hasil makalah ini disa menjadi masukan dan pengetahuan serta menambah wawasan bagi
siswa dan guru dalam memahami dan mempelajari Ilmu Mantiq.
2. Khazanah
Ilmu pengetahuan, hasil makalah ini diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
D.
Metode
Penyusunan
Landasan penulis dalam memperoleh kesimpulan yang
diharapkan diperlukan metode yang tepat dalam penyusunan makalah. Metode yang
penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka, yaitu “suatu
usaha pengumpulan data dan informasi dengan satuan bermacam-macam material yang
terdapat diruang perpustakaan dan media internet.”.
Tentunya dengan harapan bahwa pengumpulan data
melalui studi pustaka yang penulis gunakan dapat memperoleh teori-teori atau
pendapat para ahli ilmu mantiq tentang Al-qiyas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN QIYAS
Qiyas
menurut bahasa berarti menyamakan sesuatu, sedangkan menurut ahli ushul fiqh
adalah menpersamakan hukum suatu peristiwa yang tidak ada nash hukumnya, dengan
suatu peristiwa yang ada nash hukumnya, karena persamaan keduanya itu dalam
illat hukumnya.
Qiyas
ialah merupakan kalimat yang tersusun dari beberapa qadhiyah, jika qadhiyah itu
benar, maka lazim daripadanya menurut keadaan qadhiyah itu, menimbulkan suatu
qadhiyah yang lain dan baru, seperti:
1. Besi itu, ialah logam.
2. Tiap-tiap
logam ialah unsur.
3. Maka
besi itu merupakan unsur.
Kalau diperhatikan sungguh-sungguh
qadhiyah yang tersusun dalam contoh ini, kita peroleh suatu penjelasan bahwa
sesungguhnya hal itu menyadarkan sesuatu kepada sesuatu yang lain dengan
perantaraan suatu yang ketiga (sebagai
perantaraan) untuk menghubungkan keduanya.
Jelasnya kita menyandarkan pada besi
setelah disandarkan masing-masing kepada yang ketiga, ialah logam, maka logam
sebagai hal yang ketiga yang ada hubungannya atau persamaan yang disandarkan
kepada masing-masing, dari besi dan unsur dan dengan perantaraan yang ketiga,
dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara besi dan unsur, maka
sesungguhnya hal yang ketiga ini menurut hakikatnya sebagai ukuran yang dapat
menghubungkan antara besi dan unsur. Dari sebab itu istidlal yang semacam ini
disebut qiyas.
Definisi Qiyas (Syllogisme) ialah suatu
pengambilan kesimpulan dimana kita menarik dua macam keputusan (qadhiyah) yang
mengandung unsur bersamaan dan salah satunya harus universil, suatu keputusan
ketiga yang kebenarannya sama dengan kebenaran yang ada pada kedua keputusan
yang terdahulu itu.
B. AJZAUL-QIYAS
Qiyas
merupakan perbandingan antara dua perkara dengan perkara yang ketiga, maka
sesungguhnya qiyas itu harus mengandung tiga lafadh. Dari ketiga lafadh itu
tersusun tiga qadhiyah seperti berikut:
1. Qadhiyah
pertama, mengandung dan menisbahkan salah satu dari dua perkara kepada perkara
yang ada persamaannya.
2. Qadhiyah
yang kedua, mengandung atau menisbahkan perkara yang kedua kepada perkara yang
ada persamaannya.
3. Qadhiyah
yang ketiga, mengandung atas nisbah salah satu dari dua perkara kepada perkara
yang lain.
Dua
qadhiyah yang pertama dinamakan muqaddimah
qiyas. Adapun lafadh yang ketiga dinamakan hududul qiyas.
Dan bahwasanya
had yang nampak dalam salah satu dari dua muqaddimah dan dalam natijah dan
sebagai maudhu’ dari natijah itu disebut haddul ashghar (minor term), karena
biasanya lebih khusus dari had yang lain.
Adapun
had yang nampak dalam masing-masing dua muqaddimah dan menunjukkan adnya
persamaan yang dapat disandarkan pada maasing-masing daripada dua perkara yang
dimaksud untuk diperbandingkan antara keduanya yang disebut haddul ausath
(midle term).
Sebenarnya
ajzaul qiyas ialah merupakan tiga hudud dan tiga qadhiyah. Adapun natijah
adalah sebagai kelaziman, setelah di susun nya dua muqaddimah dengan secara benar-benar, adapun natijah
sebelum tersusunnya dua muqaddimah itu, ketika fikiran kita menertibkan qiyas
dan mengadakannya atas dasar qiyas tadi, maka natijah tadi dinamakan matlub.
Adapun qadhiyah yang tersusun daripadanya suatu qiyas dinamakan madatul qiyas.
Adapun penyusun yang tertentu secara
khusus yang terjadi dalam madatul qiyas disebut suratul qiyas.
C.
MACAM-MACAM
QIYAS
1.
Qiyas
istisnai
Qiyas istisnai
ialah merupakan qiyas yang telah disebutkan dalam qiyas itu ‘ain natijah atau
naqidh secara nyata (bil fi’li).
Dinamakan qiyas istisnai karena
mengandung adat istisnai yaitu lafadh lakin tetapi (qiyas istisnai dalam bahasa
lain disebut disjunctive syllogisme).
Adakalanya qiyas natijahnya telah
disebutkan dalam qiyas itu secara nyata (bil fi’li) seperti:
Jika bentuk ini merupakan segitiga,
maka jumlah sudutnya sama dengan dua kali sudut tegak lurus (180o).
Tetapi oleh karena bentuk ini merupakan segitiga maka jumlah sudutnya sama
dengan dua kali sudut tegak lurus.
Tetapi karena jumlah sudutnya tak sama
dengan sudut tegak lurus, maka bentuk ini tidak berbentuk segitiga. Maka
natijahnya ialah bentuk ini tidak berbentuk segitiga, itu telah disebutkan
dalam salah satu dari dua muqaddimah, yang naqidhnya ialah: bentuk ini
segitiga, maka ini merupakan naqidh dari bentuk ini, tidak berbentuk segitiga.
2.
Qiyas
iqtirani
Qiyas
iqtirani adalah qiyas yang dua muqaddimahnya mengandung natijah secara prinsip (bil quwah) tidak secara nyata (bil fi’li).
Dalam
qiyas ini natijahnya disebutkan secara prinsipnya (bil quwah tidak bil fi’li),
artinya bahwa keadaan dua muqaddimah
dalam qiyas mengandung madatan natijah (bahan-bahan) tetapi tidak mengandung bentuk
natijah.
Bagian-bagian
qiyas iqtirani
Qiyas iqtirani dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
a. Qiyas
iqtirani hamli (Categorical Syllogisme)
Suatu qiyas yang
tersusun dari qadhiyah-qadhiyah hamliyah yang sederhana saja.
Contoh:
·
Manusia itu
merupakan binatang
·
Tiap binatang
membutuhkan makanan
·
Manusia
membutuhkan makan
b. Qiyas
iqtirani syarthi (Hypotical Syllogisme)
Suatu qiyas yang
tersusun dari qadhiyah-qadhiyah syarthiyah baik muttashilah maupun munfashilah.
Contoh:
1. - Tiap-tiap matahari terbit, datanglah
siang.
-
Tiap-tiap siang
para pekerja giat bekerja di lapangan.
-
Maka tiap-tiap
matahari terbit para pekerja giat bekerja di lapangan.
2. -
Setiap keadaan barang melimpah di pasar maka sedikit permintaan.
-
Setiap sedikit
permintaan, maka harga menurun.
-
Setiap keadaan barang melimpah di pasar maka harga
menurun.
3. - Pelajar adakalanya rajin dan adakalanya
malas.
-
Pelajar yang
rajin mempunyai harapan sukses.
-
Pelajar
adakalanya malas, dan adakalanya mempunyai harapan sukses.
Jika kita perhatikan ketiga contoh
diatas, dapat kita ketahui pada contoh pertama kedua-duanya tersusun dari dua
qadhiyah syarthiyah muttashilah. Contoh kedua tersusun dari qadhiyah syarthiyah
muttashilah dan qadhiyah hamliyah. Dan pada contoh yang ketiga tersusun dari
qadhiyah syarthiyah munfashilah dan qadhiyah hamliyah.
D.
SYARAT-SYARAT QIYAS
Syarat-syarat qiyas
diantaranya sebagai berikut:
1. Tidak
ada natijah (konklusi) dalam qiyas yang tersusun dari dua muqaddimah (premis)
yang masing-masing juz-iyah (particular).
2. Jika
salah satu dari dua muqaddimah itu juz-iyah, maka natijahnya juga juz-iyah.
3. Antara
juz-iyah kubra dan salibah shughra tidak bernatijah.
E.
RUKUN
QIYAS
1. Al-Asl
adalah
malasalah yang telah ada hukumnya, berdasarkan nash, ia disebut al Maqis
’alaih ( yang diqiyaskan kepadanya ), Mahmul ’alaih ( yang dijadikan pertangungan ), musyabbah
bih ( yang diserupakan dengannya).
2. Al Far’u
adalah masalah baru yang tidak ada nashnya atau tidak
ada hukumnya, ia disebut Maqis (yang diqiyaskan) AlMahmul (yang dipertangungkan),
dan al musyabbah (yang diserupakan).
3. Hukum Asl
adalah hukum yang telah ada pad asl (pokok) yang
berdasarkan atas nash atau ijma’, ia dimaksudkan untuk menjadi hukum pada al
far’u (cabang).
4. Al Illat
adalah suatu sifat
yangada pada asl yaang padanya lah
dijadikan sebagai dasr untuk menentuan hukum pokok, dan berdasarkan adanya
keberadaanya sifat itu pada cabang (far),
maka ia disamakan dengan pokoknya dari segi hukum.
Syarat-syarat i’llat
·
Illat itu adalah
sifat yang jelas, yang dapat dicapai oleh panca indra.
·
Merupaka sifat
yang tegas dan tidak elastis yakani dapat dipastiakan berwujudnya pada furu’
dan tidak mudah berubah.
·
Merupakan sifat
yang munasabah , yakni ada persesuian antara hukum da sifatnya.
·
Merupakan sifat
yang tidak terbatsas pada aslnya , tapi bisa juaga berwujud pad beberapa satuan
hukum yang bukan asl.
F.
ASYKALUL
QIYAS WADHURUBUHU
(Bentuk-bentuk
qiyas dan bagian-bagiannya)
1.
Asyakalul
Qiyas
Telah
kita ketahui bahwa qiyas harus terdiri dari tiga qadhiyah dan tiga had. Dari
tiga had itu antara lain ad yang berulang-ulang pada dua muqaddimah, yang
disebut haddul ausath. Dan dua had lainnya masing-masing muncul, sekali pada muqaddimah
shughra dan sekali pada natijah.
Contoh:
§ Muqaddimah
shughra : Alkhamru musykirun.
§ Muqaddimah
kubra : Kullu musykirin haram.
§ Natijah : Alkhamru
haram.
Pada contoh diatas, yang mengalami
perulangan pada dua muqaddimah ialah musykirun yang disebut sebagai haddul
ausath (midle term). Dan dua had lainnya muncul pada:
a. Muqaddimah
shughra, yaitu Alkhamru yang disebut sebagai haddul ashgar (minor term), dan
b. Nampak
pada natijah yaitu haram yang disebut haddul akbar (major term).
Haddul ausath dalam dua muqaddimah
berbeda terlataknya. Dalam muqaddimah shughra menjadi mahmul (predikat) dan
dalam muqaddimah kubra menjadi maudhu’ (subyek) atau sebaliknya. Untuk membuat
natijah, kita harus menghilangkan haddul ausath yaitu unsure-unsur yang sama
pada dua muqaddimah, pada contoh diatas ialah muskir, kemudian haddul ashghar
(Alkhamru) disusun menjadi maudhu’ dan haddul akbar (haram) menjadi mahmul,
sahingga menjadi susunan ”Alkhamru haram”. Inilah yang disebut dengan natijah
(konklusi).
Keadaan
letak haddul ausath dalam muqaddimah disebut syaklul qiyas (bentuk
qiyas). Menurut letaknya, syaklul qiyas dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Syakal
pertama
Yaitu jika haddul ausath menjadi mahmul dalam muqaddimah
shughra dan menjadi maudhu’ dalam muqaddimah kubra.
Contoh:
a. Semua
pisang mengandung vitamin.
b. Semua
yang mengandung vitamin berguna untuk kesehatan.
c. Semua
pisang berguna untuk kesehatan.
Sehingga:
a = b : b = c ; maka a
= c.
2. Syakal
kedua
Yaitu jika haddul
ausath menjadi mahmul dalam dua
muqaddimah (shughra dan kubra).
Contoh:
a. Tiap-tiap
perak itu logam.
b. Tidak
satu pun, tumbuh-tumbuhan itu logam.
c. Jadi
tidak satu pun, perak itu tumbuh-tunbuhan.
Sehingga:
A = b ; c = b ; maka a
= c.
3. Syakal
ketiga
Yaitu jika haddul
ausath dalam qiyas menjadi maudhu’ dalam dua muqaddimah.
Contoh:
a. Tiap-tiap
segitiga merupakan bidang datar.
b. Tiap-tiap
segitiga mempunyai tiga sudut.
c. Sebagian
bidang datar mempunyai tiga sudut.
Sehingga:
b
= a ; b = c ; maka a = c.
4. Syakal
keempat
Yaitu jika haddul
ausath menjadi maudhu’ dalam muqaddimah shughra dan menjadi mahmul dalam
muqaddimah kubra.
Contoh:
a. Semua
tentara berseragam.
b. Semua
yang berseragam gagah.
c. Sebagian
yang gagah adalah tentara.
Sehingga:
b
= a : c = b ; maka a = c.
Empat syakal diatas dalam logika umum
dibentuk dalam rumus sebagai berikut:
Syakal 1 Syakal
2 Syakal 3 Syakal 4
M P P M M P P M
S M S M M S M S
_______ ________ _______ _______
S P S P S P S P
Keterangan:
M
= Medium (haddul ausath).
S
= Subyek (maudhu’).
P
= Predikat (mahmul).
Dalam ilmu mantiq, orang mementingkan
peninjauan keputusan-keputusan yang bermacam-macam pada perbedaan kuantitetnya.
Apabila perbedaan kuantitet/kam dan kualitet/kaif digabungkan maka terdapat
empat kemungkinan bagi suatu kalimat atau keputusan. Empat kemungkinan tersebut
ialah:
1. Mujabah
kulliyah,
2. Salibah
kulliyah,
3. Mujabah
juz-iyah, dan
4. Salibah
juz-iyah.
Untuk
mempermudah tanda penggunaan empat kemungkinan tersebut digunakan rumus logika
umum dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Mujabah
kulliyah dengan rumus A (Universal
affirmative).
2. Salibah
kulliyah dengan rumus E (Universal
negative).
3. Mujabah
juz-iyah dengan rumus I (Particular
affirmative).
4. Salibah
juz-iyah dengan rumus O (Particular
negative).
2.
Dhurubul
qiyas
Dhurubul qiyas adalah keadaan
nisbah dua muqaddimah, satu sama lain dalam kam dan kaifnya (kuantitet dan
kualitet). Artinya kedua muqaddimah itu adakalanya kulliyah semua atau juz-iyah
semua, dan adakalanya mujabah semua atau salibah semua, atau satu kulliyah dan
yang lainnya juz-iyah, adapun satu salibah dan yang lainnya mujabah, atau
sabaliknya. Keadaan yang demikian disebut dharab.
Setuap syakal memiliki
bermacam-macam dharab, menurut akal ada 16 syakal. Jumlah ini merupakan hasil
perkalian dari muqaddimah shughra dengan muqaddimah kubra yang masing-masing
terdiri dari kulliyah, salibah, mujabah, dan salibah.
Jika setiap syakal memiliki 16
dharab, dan semua ada 4 syakal, maka jumlah
keseluruhannya menjadi 64 dharab.
Tetapi tidak semua dari jumlah tersebut
akan mengeluarkan natijah yang baik, artinya ada natijah yang baik dan
ada natijah yang tidak baik. Syakal yang bisa mengeluarkan natijah dengan baik adalah syakal yang
memenuhi syarat yang dipandang dari kam (kuantitet) dan kaifnya (kuantitet).
Syarat-syarat syakal yang baik:
1. Syakal
pertama, muqaddimah shughranya harus mujabah dan muqaddimah kubranya harus
kulliyah.
2. Syakal
kedua, muqaddimah kubranya harus kulliyah, sedangkan kaifnya harus berbeda,
artinya jika dalam muqaddimah shughra mujabah, maka dalam muqaddimah kubra
salibah dan sebaliknya.
3. Syakal
ketiga, muqaddimah shughra harus mujabah, dan salah satu dari dua muqaddimah
(sekurang-kurangnya) harus kulliyah.
4. Syakal
keempat, tidak berkumpul dua khisah (salibah dan juz-iyah) dalam dua muqaddimah
atau salah satunya, kecuali (boleh berkumpul) jika shughranya mujabah juz-iyah
dan kubranya salibah kulliyah.
Dengan dipenuhi syarat-syarat ini,
maka syakal-syakal itu akan mengeluarkan natijah dengan baik.
1.
Syakal
pertama
Untuk syakal pertama, dapat
mengeluarkan natijah yang baik, empat dharab.
a. Shughra
dari kulliyah mujabah dan kubra dari kulliyah mujabah. Natijanya kulliyah
mujabah.
b. Shughra
kulliyah mujabah, kubra kulliyah salibah. Natijahnya kulliyah salibah.
c. Shughra
juz-iyah mujabah, kubra kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
d. Shughra
mujabah juz-iyah, kubra kulliyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
2.
Syakal
kedua
Untuk syakal kedua dapat
mengeluarkan natijah yang baik, ada empat dharab.
a. Shughra
kulliyah mujabah, kubra kulliyah salibah. Natijahnya kulliyah salibah.
b. Shughra
kulliyah salibah, kubra kulliyah mujabah. Natijahnya kulliyah satijah.
c. Shughra
juz-iyah mujabah, kubra kulliyah salibah. Natijah juz-iyah salibah.
d. Shughra
juz-iyah salibah, kubra kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah salibah.
3. Syakal ketiga
Syakal ketiga mengeluarkan natijah yang baik, ada 6
dharab.
a. Shughra
kulliyah mujabah, kubra kulliyah mujabah, natijahnya juz-iyah mujabah.
b. Shughra
juz-iyah mujabah, kubra kulliyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
c. Shughra
juz-iyah mujabah, kubra kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
d. Shughra
kulliyah mujabah, kubra juz-iyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
e. Shughra
kulliyah mujabah, kubra juz-iyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
f. Shughra
juz-iyah mujabah, kubra kulliyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
4.
Syakal
keempat
Syakal keempat yang dapat
mengeluarkan natijah yang baik ada lima
dharab.
a. Shughra
kulliyah mujabah, kubra kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
b. Shughra
kulliyah mujabah, kubra juz-iyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
c. Shughra
kulliyah salibah, kubra kulliyah mujabah. Natijahnya kulliyah salibah.
d. Shughra kulliyah mujabah, kubra kulliyah salibah.
Natijahnya kulliyah salibah.
e. Shughra
juz-iyah mujabah, kubra kulliyah salibah. Natijahnya kulliah salibah.
G.
HUKUM-HUKUM
QIYAS
1.
Hukum
qiyas ittishali
a. Mengistisnaikan
(mengecualikan) ‘ain muqaddim, menatijahkan ‘ain tali.
Contoh:
·
Apabila matahari
tenggelam, maka wajib shalat maghrib.
·
Akan tetapi
matahari telah tenggelam.
·
Maka wajib
shalat maghrib.
b. Mengecualikan
naqidh tali, menatijahkan naqidh muqaddam.
Contoh:
·
Apabila derajat
panas orang sakit sampai 42oC, maka tidak ada harapan hidup.
·
Akan tetapi
harapan hidup masih ada.
·
Maka derajat
panas orang sakit tidak sampai 42oC.
Karena tali lebih umum daripada
muqaddam, jadi ketetapan umum tidak melazimkan membawa katetapan yang lebih
khusus, seperti adanya binatang tidak melazimkan adanya manusia.
Jadi sesungguhnya, muqaddam lebih
khusus dari tali, maka menafikan yang khusus tidak melazimkan yang umum,
seperti adanya manusia tidak melazimkan adanya binatang.
2. Hukum qiyas
istisnai infishali
a. Haqiqiyah
1. Istisnai
salah satu dari ujung dua qadhiyah, menatijahkan naqidh yang lain. Seperti:
·
Bilangan
adakalanya genap, dan adakalanya ganjil.
·
Akan tetapi
bilangan itu genap.
·
Maka tidak
ganjil.
( akan tetapi bilangan itu ganjil, maka tidak
genap).
2. Istisnai
naqidh salah satu dari dua ujung qadhiyah, menatijahkan ‘ain yang lainnya.
Seperti:
·
Bilangan itu
adakalanya genap, adakalanya ganjil.
·
Akan tetapi
tidak benar.
·
Maka ganjil.
(akan tetapi bilangan itu tidak ganjil, maka genap.
b. Mani’atul
jam’in
Menistisnaikan salah satu ‘ain (muqaddam/tali),
menatijahkan naqidh yang lain.
Contoh:
·
Benda itu
adakalanya putih dan adakalanya hitam.
·
Akan tetapi
benda itu putih.
·
Maka tidak
hitam.
(akan tetapi benda itu hitam, maka tidak
putih)
Adapun istisnai dari salah satu
naqidh dari ujung (muqaddam dan tali), maka hal ini tidak menatijahkan sama
sekali.
c. Mani’atul
khulluwin
Mengistisnaikan salah satu naqidh dari dua ujung,
menatijahkan ‘ain yang lainnya.
Contoh:
·
Benda ini adakalanya
logam dan adakalanya emas.
·
Akan tetapi
benda ini tidak logam.
·
Maka tidak emas.
***
BAB III
KESIMPULAN
Bertitik tolak dari hasil penyusunan makalah yang
telah diuraikan pada bagian pemahasan penulis. Dapat disimpulkan bahwa, qiyas merupakan suatu pengambilan kesimpulan
dimana kita menarik dua macam keputusan (qadhiyah) yang mengandung unsur
bersamaan dan salah satunya harus universil, suatu keputusan ketiga yang
kebenarannya sama dengan kebenaran yang ada pada kedua keputusan yang terdahulu
itu.
Adapun bagian-bagian dari qiyas, yaitu yang pertama
qiyas istisnai ialah merupakan qiyas yang telah disebutkan dalam qiyas itu ‘ain
natijah atau naqidh secara nyata (bil fi’li). Dinamakan qiyas istisnai karena
mengandung adat istisnai yaitu lafadh lakin tetapi (qiyas istisnai dalam bahasa
lain disebut disjunctive syllogisme).
Yang kedua yaitu qiyas iqtirani adalah
qiyas yang dua muqaddimahnya mengandung natijah secara prinsip
(bil quwah) tidak secara nyata (bil fi’li). Dalam qiyas ini natijahnya
disebutkan secara prinsipnya (bil quwah tidak bil fi’li), artinya bahwa keadaan
dua muqaddimah dalam qiyas mengandung
madatan natijah (bahan-bahan) tetapi tidak mengandung bentuk natijah.
DAFTAR
PUSTAKA
Mu’in Taib Thahir Abd, Ilmu Mantiq (Logika), Penerbit
Widjaya Jakarta.
BIOGRAFI
Anggi Pratiwi, dilahirkan di
Trimodadi, Abung Selatan Lampung Utara, pada tanggal 26 Juli 1993. Anak pertama
dari dua bersaudara, putri dari bapak Rukidi dan Ibu Sri wiyati.
Pendidikan dasar ditempuh penulis
pada SD N 2 Trimodadi Kecamatan Abung Selatan, lulus pada tahun 2005. Kemudian
malanjutkan pendidikan di SMP N 3 Abung Selatan, lulus pada tahun 2008.
Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1
Kotabumi, lulus pada tahun 2011.
Setelah tamat dari SMK tersebut,
penulis melanjutkan pendidikan di STAIN Jurai Siwo Metro pada Jurusan Syari’ah,
Program studi Ekonomi Islam dimulai pada tahun 2011.
0 komentar:
Posting Komentar