LAPORAN
TUGAS
HADIS EKONOMI
DORONGAN MENCARI RIZKI YANG HALAL DAN BERKAH DENGAN MENGGUNAKAN
TANGAN DAN TENAGA SENDIRI
DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. ENIZAR, M.A
DISUSUN OLEH :
ANGGI
PRATIWI
1172084
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2012
DORONGAN
MENCARI RIZKI YANG HALAL DAN BERKAH DENGAN MENGGUNAKAN TANGAN DAN TENAGA
SENDIRI
A.
Pendahuluan
Segala sesuatu yang ada, termasuk rizki manusia
satu dengan yang lainnya telah diatur oleh Allah SWT. Tak bisa dielakkan lagi,
kita hidup di dunia memerlukan segala sesuatu termasuk harta. Mencari rizki
merupakan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan, dalam pemenuhan kebutuhannya
tentu saja dengan cara usaha dengan berbagai cara. Tetapi perlu diingat,
sebagai seorang muslim dalam usaha mencari rizki harus dengan cara yang benar,
dalam arti dihalalkan hukum Islam telah mengajarkan tentang bagaimana cara
mencari rizki yang halal lagi, tetapi tidak semua orang dapat mengetahui dan
memahami tentang hal itu. Maka berikut ini kami bahas lebih lanjut tentang
bagaimanakah tata aturan Islam bagi seorang muslim dalam mencari rizki yang
halalIslam baik prosesnya maupun hasilnya.
Bekerja dan berusaha dalam kehidupan duniawi
merupakan bagian penting dari kehidupan seseorang dalam mempraktekkan Islam,
karena Islam sendiri tidak menganjurkan hidup hanya semata-mata hanya untuk
beribadah dan berorientasi pada akhirat saja, namun Islam menghendaki terjadi
keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi.
B.
Hadis dan Terjemah Hadis
Hadits Miqdam bin Ma’dikariba tentang Nabi Daud
makan dari usahanya sendiri :
حَدَّثَنَاإبْرَاهِيْمُ
ابْنُ مُوْسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بِنْ يُو نُسْ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ خَالِدِبْنِ
مَعْدَانَ عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَّلَمْ قَالَ مَا اَكَلَ اَحَدُ طَعَامَا قَطُّ خَيْرًا مِنْ اَنْ
يَاءْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَعَلَيْهِ السَّلَامُ
كَانَ يَاءْ كُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ[1]
Artinya :
Telah bercerita Ibrahim bin Musa dikabarkan
pada kita Isa bin Yunus dari Tsaurin dari Khalid bin Ma’dan Diriwayatkan dari
al-Miqdam ra : Nabi Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik
dari seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya
sendiri. Nabi Allah, Daud as, makan dari hasil keringatnya sendiri”.
C.
Penjelasan
Hadis
Dari hadis di atas,
dapat kita ketahui bahwa mencari nafkah yang paling baik adalah mencari nafakah
dengan cara yang halal dengan hasil jerih payah sendiri.
Adapun hadis-hadis dan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mampu memperjelas hadis di atas adalah sebagai berikut:
1.
Anjuran bekerja
Firman Allah dalam QS.Al-Baqarah : 168
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي
الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ {البقرة :
168}
Artinya :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;”
(QS. Al-Baqarah : 168)
Bekerja merupakan salah satu perintah Allah
swt. yang harus dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya. Hal itu terihat dari
rincinya aturan yang diberikan Allah dan Rosul tentang tata cara bekerja atau
berusaha yang sesuai dengan tuntunan Islam.[2] Dalam
QS. Al-Jumu’ah ayat 10:
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya:
“Apabila telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Dari ayat Al-Qur’an diatas dapat
kita ketahui bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk berusaha mencari
rezki Allah kemana dan dimana saja. Allah telah menciptakan seluruh isi alam
ini untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia. Semua itu harus dicari dan
diupayakan untuk mendapatkannya.
Allah dalam Al-Qur’an telah memberikan jaminan
bahwa setiap hambaNya ditanggung rezkinya. Di sisi lain, ada perintah untuk bekerja untuk mendapatkan rezki yang
telah dijanjikan itu. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pekerjaan yang dapat
dilakukan dan bahkan mendapatkan peniaian khusus dari Rosulullah saw. dapat
dilihat hadis berikut:
عن ر فعةبن رافع ان النبي صلى اللّٰه عليه و سلم
وسٔل أي الكسب اطيب قال عمل الر جل بيده و كل بيع مبرور[3]
Artinya:
“Rifa’ah bin Rafi’ mmenyatakan bahwa Rosulullah
saw. pernah ditanya tentang pekerjaan yang paling baik. Rosul menjawab
pekerjaan yang paling baik adalah pkerjaan yang dilakukan dengan tenaga atau
dengan tangan sendiri (memproduksi sesuatau) dan jual beli yang mabrur (bersih
dari tipu daya).”(HR. Al-Bazzar dan dinilai shahih oleh
Al-Hakim)
Dari
hadist di atas dapat kita lihat bahwa Islam sangat menghargai kerja keras,
kreatifitas maupun inovasi yang dihasilkan melalui tangan seseorang dalam melakukan
pekerjaan. Islam juga mengharuskan setiap pekerjaan dilakukan secara mabrur,
yakni dilakukan dengan kejujuran, kejelasan dan sesuai dengan syariat.
اَطْيَبُ
اْلكَسْبِ قَاَل عَمَلَ الرَّ جُلُ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
Artinya:
“Sebaik-baik usaha adalah pekerjaan
seorang laki-laki yang dikerjakan oleh tangannya sendiri dan jual beli yang
bersih.”
Diriwayatkan oleh:
Imam Ahmad, At Thabrani dalam “Al
Kabir” dan dalam “Al Ausath”, oleh Al Hakim dan Al Bazzar dari Rafi’ bin
Khadij. Ibnu Asakir telah meriwayatkannya dari Umar bin Al khatab. Menurut Al
Hatsami, para perawi hadis ini tsiqat (dapat dipercaya). As Suyuti
memasukkannya ke dalam Hadis Shahih.
Sababul Wurud:
Diriwayatkan dari Rafi’ bahwa
Rosulullah telah ditanya orang tentang amal usaha yang paling baik. Jawaban
beliau seperti tertera dalam Hadis di atas.
Kata
Ibnu Atsir, Kasab adalah usaha mencari rizki dan penghidupan. Sebaik-baik cara
berusaha bekerja dengan tangannya sendiri di pabrik-pabrik di perkebunan dan
lahan-lahan pekerjaan yang halal. Bekerja termasuk sunnah para Nabi. Nabi Daud
membuat baju besi dan menjualnya sendiri. Nabi Zakariya adalah tukang kayu.
Nabi kita Muhammada saw bekerja menggembala kambing dan pedagang yang menjual
barang dagangan Khadijah yang kelak menjadi istrinya. Setiap Jual beli yang
maqbul, yang tidak diikuti tipu daya dan khianat akan diterima Allah sebagai
ibadah yang berpahala.[4]
Usaha
dalam jual beli yang mabrur berarti jual beli yang tidak sah disertai dengan
tipuan dan khianat, dan dapat diterima (sah) menurut hukum syara’, serta diberi
pahala pihak penjual dan pihak pembeli.
Amal
yang dilakukan seseorang dengan tangan sendiri, misalnya dalam bidang industry,
pertanian, dan perdagangan. Kalau dia ikhlas mengelolanya dia akan mendapat
pahala, dan pengelolaan usaha sendiri yang dilandasi keikhlasan itu adalah
termasuk amal yang paling utama dan ibadah yang paling sah adalah dilakukan
dengan niat yang benar, serta mendatangkan manfaat bagi masyarakat Muslim
karena usaha tersebut.[5]
Hadis di atas
memberikan dorongan kepada umat islam untuk menekuni berbagai aktifitas ekonomi
dengan segala bentuknya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia dan
membekali kehidupan kelak di akhirat.[6]
Di
dalam hadis terdapat kata اطيب yang paling baik. Maksudnya adalah yang paling
halal dan paling berkah. Dari beberpa pekerjaan yang dapat dilakukan oleh
manusia, sahabat mempertanyakan kepada rosul mana usaha yang paling baik?
Karena dengan begitu, umat Islam dapat melaksanakan tugasnya untuk berusaha.
Meurut
hadis di atas, pekerjaan yang paling baik, maksudnya yang paling halal dan
paling berkah adalah pekerjaan dengan tangan atau tenaga sendiri. Dalam riwayat
di atas, disebutkan lebih dahulu dari perdagangan (bisnis) itu berarti bahwa
amal al-yad itu lebih baik dari bai’ (jual beli).
Sebagian
ulama berpendapat bahwa pertanianlah yang paling baik, karena dalam pertanian
itu mencakup beberapa hal, yaitu berusaha dengan tangan (jerih payah) sendiri, di dalamnya terdapat
unsur tawakal kepada Allah setelah bekerja.[7]
Setelah
menanami lahan sesuai dengan ketentuan, petani hanya akan menunggu pertumbuhan
tanamannya hingga berbuah dan siap panen. Ia menjaga tanamannya dengan cara
merawat tanaman dari serangan hama tanaman yang dapat merusak.
2.
Larangan meminta-minta
Hadits Abdullah bin Umar tentang orang memberi
lebih baik dari orang yang menerima
حدثنا
اَبُوالنُعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَأ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ اَيُّوْبَ نَافِعٍ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ التَّبِيَّ صَلَّىاللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ
نَافِعٍ عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يقول : قال َّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ
وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وِ الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا
خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَاهي الْمُنْفِقَةُ
وَالسُّفْلَىهي السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة}[8]
Artinya :
Bercerita
kepada kita Abu Nu’man berkata telah bercerita pada kita Khammad bin Zaid dari
Ayyub dari Nafi’ bin Umar r.a dia berkata: saya telah mendengar Nabi Saw
bercerita kepada kita Abdullah bin Maslamah dari Malik bin Nafi’. Diriwayatkan
dari Abdullah bin Umar r.a : di atas mimbar Rasulullah SAW berbicara tentang
sedekah, menghindari dari meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan
mengemis kepada orang lain, dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan
di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah
tangan yang mengemis”.
Pada lafadz وَهُوَ
وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ, yang dimaksud adalah menyebut keutamaan
shodaqoh dan ta’affuf (menjaga diri dari perbuatan meminta-minta). Dan pada
lafadz الْيَدِ السُّفْلَىadalah orang
yang mau menerima, maksudnya orang yang tidak mau memberi dan diartikan pula
orang yang meminta-minta.الْيَدُ الْعُلْيَا diartikan
orang yang memberi shodaqoh.
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa orang yang memberi lebih baik daripada orang yang meminta-minta. Karena
perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang
menjadi tercela dan hina.
Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan halal,
tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai
apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu dalam keadaan mendesak atau
sangat terpaksa sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina jika
pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya
sendiri baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah
SWT di akhirat nanti.
Orang yang dermawan lebih utama dari pada orang
yang kerjanya hanya meminta-minta saja. Jadi bagi mereka yang memperoleh banyak
harta harus diamalkan orang yang membutuhkan, sebab Islam telah memberi
tanggung jawab kepada orang muslim untuk memelihara orang-orang yang karena
alasan tertentu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu melalui zakat dan
shadaqah dan Islam tidak menganjurkan hidup dari belas kasihan orang lain atau
dengan kata lain Islam tidak menyukai pengangguran dan mendorong manusia untuk
berusaha.
Dalam hadits ini juga berkaitan dengan kisah
Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Ibnu Khizam yang
mana terjadi dialog antara Nabi dengan sahabat yang bernama Hakim, di situ
dalam percakapannya hakim meminta sesuatu dari Rasulullah, maka di situ beliau
memberikannya hingga dua kali, yang mana terakhir disertai dengan sabdanya :
“Hai Hakim, sesungguhnya harta itu sesuatu yang manis dan menyenangkan, maka
barang siapa yang mengambilnya dengan sikap kedermawanan diri tentu diberkati Allah
apa yang diperolehnya, barang siapa mengambilnya dengan sikap diri yang
menghambur-hamburkan tidaklah harta itu diberkati dan dinamakan tiada
menyenangkan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”.[9]
D.
Fiqhul Hadis ( Hukum yang dapat diambil)
Jika kerja adalah ibadah dan status
hukum ibadah pada dasarnya adalah wajib, maka status hukum bekerja pada
dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada dasarnya bersifat individual, atau fardhu ‘ain, yang tidak bisa diwakilkan kepada
orang lain. Hal ini berhubungan langsung dengan pertanggung jawaban amal yang
juga bersifat individual, dimana individulah yang kelak akan mempertanggung
jawabkan amal masing-masing. Untuk pekerjaan yang langsung memasuki wilayah
kepentingan umum, kewajiban menunaikannya bersifat kolektif atau sosial, yang
disebut denganfardhu kifayah, sehingga lebih menjamin
terealisasikannya kepentingan umum tersebut. Namun, posisi individu dalam
konteks kewajiban sosial ini tetap sentral. Setiap orang wajib memberikan
kontribusi dan partisipasinya sesuai kapasitas masing-masing, dan tidak ada
toleransi hingga tercapai tingkat kecukupan (kifayah) dalam ukuran kepentingan umum.[10]
E.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
mencari rizki yang halal itu wajib. Sedangkan rizki yang halal adalah sesuatu
yang dapat diambil manfaatnya baik diri sendiri maupun keluarganya. Mencari
nafkah sebaiknya menggunakan jerih payah sendiri atau denagn usaha tenaga dan
tanga sendiri seperti yang sudah dijelaskan pada hadis di atas. Adapun larangan
untuk meminta-minta agar manusia berusaha memenuhi kebutuhannya dengan bekerja
dengan tenaga dan tangannya sendiri agar tidak bergantung dengan kebaikan orang
lain dan tidak dipandang rendah dan hina oleh prang lain. Karena di dalam hadis
juga dijelaskan bahwa “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”. Selain itu, dalam mencari rizki yang halal,
Islam mendorong umatnya untuk tidak memperhatikan jenis pekerjaan, asalkan
pekerjaan itu halal. Dalam artinya bahwa yang melakukannya tidak mendapat
sanksi dari Allah SWT.
F.
Daftar Pustaka
Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Dimasyiqi. Asbabul Wurud 1
latar belakang Historis timbulnya Hadits-Hadits Rasul, Jakarta: Kalam
Mulia, 1997, cet ke-4
Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz
1-3, Darul Hasyim
Enizar,Syarah Hadis Ekonomi,Metro
Muhammad .Abu Bakar, Sulubussalam, Surabaya Al-Ikhlas.1995
http://www.mta-online.com/2009/07/24/kewajiban-kerja-keras-dalam-islam/http://zuardey.blogspot.com/2012/10/dorongan-mencari-rizki-yang-halal.html
[1] Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz 1-3, Darul Hasyim, h. 234, Hadits tersebut
dibahas dalam bab 15, hadits ini merupakan hadits ke 2072 yang diriwayatkan
dalam Shahih Bukhari.
[2] Enizar,Syarah
Hadis Ekonomi,Metro, h.2
[3] Abu Bakar
Muhammad, Sulubussalam, Al-Ikhlas : Surabaya. 1995, h.14
[4]
Ibnu Hamzah Al
Husaini Al Hanafi Ad Dimasyiqi. Asbabul Wurud 1 latar belakang Historis
timbulnya Hadits-Hadits Rasul, Kalam Mulia : Jakarta, 1997, cet ke-4 h.223
[6] Enizar,Syarah
Hadis Ekonomi,Metro, h.7
kami pengunjung merasa kurang nyaman saat membaca artikel anda dengan adanya slide "tiwi pesek" kalau bisa tolong di hilangkan...