Pages
Footnote Tiwuk
AGUNAN DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF ULAMA SYAFI’IYAH (STUDI KASUS BMT ASSYAFI’IYAH KANTOR CABANG KOTA METRO)
Diposting oleh
Anggi Pratiwi
Senin, 27 Februari 2017
Biografi Imam Syafi'i
Diposting oleh
Anggi Pratiwi
Selasa, 10 Februari 2015
Imam Syafi’i (150-204 H/769-820 M)
Imam Syafi’i yang dikenal sebagai pendiri mazhab Syafi’i adalah: Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah, pada tahun 150 H, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah.
Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadis dari ulama-ulama hadis yang banyak terdapat di Makkah. Pada usianya yang masih kecil, beliau juga telah hafal Al-Qur’an.
Pada usianya yang ke-20, beliau meninggalkan Makkah mempelajari ilmu fiqh dari Imam Malik. Merasa masih harus memperdalam pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq, sekali lagi mempelajari fiqh, dari murid Imam Abu Hanifah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut, beliau juga sempat mengunjungi persia, dan beberapa tempat lain.
Setelah wafat Imam Malik (179 H), beliau kemudian pergi Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu di sana, bersama Harun Al-Rasyid, yang telah mendengar tentang kehebatan beliau, kemudian meminta beliau untuk datang ke Baghdad. Imam Syafi’i memenuhi undangan tersebut. Sejak saat itu beliau dikenal secara lebih luas, dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itulah mazhab beliau mulai dikenal.
Tak lama setelah itu, imam Syafi;i kembali ke Makkah dan mengajar rombongan jama’ah haji yang datang dari berbagai penjuru. Melalui ereka inilah, mazhab Syafi;i menjadi tersebar luas ke penjuru dunia.
Pada tahun 198 H, beliau pergi ke negeri Mesir. Beliau mengajar di masjid Amru bin As. Beliau juga menulis kitab Al-Umm, Amalai Kubra, kitab Risalah, Ushul Al-Fiqh, dan memperkenalkan Waul Jadid sebagai mazhab baru. Adapun dalam penyusunan kitab Ushul Fiqh, Imam Syafi’i dikenal sebagai orang pertama yang mempelopori penulisan dalam bidang tersebut.
Di Mesir inilah akhirnya Imam Syafi’i wafat, setelah menyebarkan ilmu dan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini masih dibaca orang, dan makam beliau di Mesir sampai detik ini masih ramai diziarahi orang. Sedang murid-murid beliau yang terkenal, diantaranya adalah: Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Muzani, Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya Al-Buwaiti dan lain sebagainya.
sumber: Muhammad Jawab Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab Edisi Lengkap,(Jakarta: Lentera, 2001)
Produksi Dalam Islam
Diposting oleh
Anggi Pratiwi
Senin, 27 Januari 2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap kegiatan
yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dinamakan
kegiatan ekonomi. Bagaimanakah pola perilaku konsumen dan produsen dalam
kegiatan ekonomi? Untuk mengetahui pola perilaku konsumen dan produsen kita
perlu memerhatikan semua kegiatan ekonomi masyarakat. Kegiatan ekonomi
masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: produksi, konsumsi dan
distribusi.
1.2
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
melakukan kegiatan produksi yang sesuai dengan etika Islam?
b. Apa
saja etika dalam melakukan kegiatan konsumsi?
c. Bagaimana
etika dalam melakukan kegiatan distribusi?
1.3
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
a. Mengetahui
etika etika produksi dalam Islam.
b. Mengetahui
etka dalam melakukan kegiatan konsumsi.
c. Mengetahui
etika dalam melakukan kegiatan distribusi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Produksi Dalam Islam
Manusia adalah khalifah
Allah di muka bumi dan Allah telah menundukkan semesta ini untuk kepentingan
manusia.[1]
Sebagai khalifah adalah menjadi kewajiba manusia untuk membangun dunia ini dan
untuk mengeksploitasi sumber-sumber alamnya dengan cara yang adil dan
sebaik-baiknya. Ekonomi Islam sangat mendorong produktifitas dan
mengembangkannya baik kualitas maupun kuantitas. Islam melarang menyia-nyiakan
potensi material maupun potensi sumber daya manusia. Bahkan Islam mengerahkan
semua itu untuk kepentingan produksi. Di
dalam ekonomi Islam kegiatan produksi menjadi sesuatu istimewa sebab di
dalamnya terdapat factor itqan (profesionalitas) yang dicintai Allah dan ihsan
yang diwajibkan Allah atas segala sesuatu.[2]
Menurut Dr. Muhammad
Rawwas Qalahji kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-Intaj yang
secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewjudkan atau
mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin
min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang
jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang
terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Produksi menurut Kahf
mendefenisikan kegiatan produksi dalam prespektif Islam sebagai usaha manusia
untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas,
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama
Islam, yaitu kebahagian di dunia dan akhirat.[3]
Dari dua
pengertian di atas produksi adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan manusia dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang
disediakan Allah Swt untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan
tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non
fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk mencapai maslahah
bukan hanya menciptakan materi.
Produksi
sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi.
Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan
produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para
konsumen. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan
banyak faktor produksi.[4]
Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam produksi, antara
lain dikemukakan Muhammad al-Mubarak, sebagai berikut:
·
Dilarang memproduksi dan memperdagangkan
komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah.
·
Dilarang melakukan kegiatan produksi yang
mengarah kepada kedzaliman.
·
Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).
·
Memelihara lingkungan
Ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang Prinsip
Produksi
Salah satu ayat
tentang produksi yaitu ayat yang berkaitan dengan
faktor produksi tanah dalam Surat As-Sajdah: 2
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan,
bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman
yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah
mereka tidak memperhatikan?”
Ayat di atas
menjelaskan tentang tanah yang berfungsi sebagai penyerap air hujan dan
akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis. Tanaman itu
dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari tanaman tersebut
juga dikonsumsi oleh hewan ternak yang pada akhirnya juga hewan ternak
tersebut diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil
dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.
Ayat ini juga
memberikan kepada kita untuk berfikir dalam pemanfaatan sumber daya alam
dan proses terjadinya hujan. Jelas sekali menunjukkan adanya suatu siklus
produksi dari proses turunnya hujan, tumbuh tanaman, menghasilkan dedunan dan
buah-buahan yang segar setelah di disiram dengan air hujan dan pada akhirnya
diakan oleh manusia dan hewan untuk konsumsi. Siklus rantai makanan yang
berkesinambungan agaknya telah dijelskan secara baik dalam ayat ini. Tentunya
pula harus disertai dengan prinsip efisiensi dalam memanfaatkan seluruh batas
kemungkinan produksinya. Sedangkan di
dalam hadis, salah satunya sebagai berikut:
HR Bukhari – Nabi mengatakan, “Seseorang yang mempunyai sebidang tanah
harus menggarap tanahnya sendiri, dan jangan membiarkannya. Jika tidak digarap,
dia harus memberikannya kepada orang lain
untuk mengerjakannya. Tetapi bila kedua-duanya tidak dia lakukan – tidak
digarap, tidak pula diberikan kepada orang lain untuk mengerjakannya – maka
hendaknya dipelihara/dijaga sendiri. Namun kami tidak menyukai hal ini.”[5]
Hadits tersebut memberikan penjelasan
tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting
dalam produksi. Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan
tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW karena tidak bermanfaat bagi
sekelilingnya. Hendaklah tanah itu digarap untuk dapat
ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan
untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, penggarapan bisa dilakukan oleh
yang punya tanah atau diserahkan kepada orang lain.
Tujuan Produksi
Kegiatan
produksi dilakukan untuk memenuhi kecukupan dari rizki yang baik-baik dalam
bentuk barang dan jasa. Produksi dapat merealisasi kehidupan yang baik yang
menjadi tujuan Islam bagi manusia. Tujuan produksi ialah mencapai dua hal pokok
pada tingkat pribadi muslim dan umat Islam. Pada tingkat pribadi muslim,
tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya, sedangkan pada
tingkat umat Islam ialah merealisasikan kemandirian umat.[6]
Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan
produksi sebagai berikut:
1.
Pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar.
2.
Pemenuhan
kebutuhan keluarga.
3.
Bekal
untuk generasi mendatang.
4.
Bantuan
kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.
·
Alam, dalam hal ini tanah dan segala potensi
ekonomi dianjurkan al-Qur’an untuk diolah dan tidak dapat dipisahkan dari
proses produksi.
·
Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan
hak milik melalui produksi.
·
Modal, manajemen dan tekhnologi dan keahlian.
Di kalangan para ekonomi
Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor produksi, karena terdapat
perbedaan pendapat dari para ulama. Menurut Al-Maududi dan Abu-Su’ud, faktor
produksi terdiri atas amal/kerja (labor), tanah (land), dan modal
(capital). Uraian ini berbeda dengan M.A. Mannan yang menyatakan bahwa
faktor produksi hanya berupa amal/kerja dan tanah. Menurutnya capital
(modal) bukanlah merupakan faktor produksi yang independen, karena capital
(modal) bukanlah merupakan faktor dasar. Menurut An-Najjar, faktor
produksi hanya terdiri dari dua elemen, yaitu amal (labor) dan capital.
Abu Sulaiman menyatakan, amal bukanlah merupakan faktor produksi. Dalam
syariah Islam, dasar hukum transaksi (muamalah) adalah ibahah
(diperbolehkan) sepanjang tidak ditemukannya larangan dalam nash atau dalil.[7]
Etika
dalam Produksi
Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
1. Peringatan
Allah akan kekayaan alam.
2. Berproduksi
dalam lingkaran yang halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah
bekerja, berusaha bahkan dalam proses yang memproduk barang dan jasa yang
toyyib, termasuk dalam menentukan target yang harus dihasilkan dalam
berproduksi.
3. Etika
mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai proses
menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam harus bersandarkan
visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi penciptaan manusia yaitu
sebagai rahmat bagi seluruh alam.
4. Etika
dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung dari
nilai-nilai sikap manusia, nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja
sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah Islam.
5. Khalifah
di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna
suatu barang saja melainkan bekerja dilakukan dengan motif
kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
2.2 Konsumsi Dalam Islam
Konsumsi
berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan
maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan dengan: ”Pemakaian dan
penggunaan barang – barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah,
peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan
elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum, belajar/ kursus, dsb”.[8]
Berangkat dari pengertian
ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan
dan minum dalam istilah teknis sehari-hari, akan tetapi juga
meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia.
Namun, karena yang paling penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang
aktivitas konsumsi adalah makan dan minum, maka tidaklah mengherankan jika
konsumsi sering diidentikkan dengan makan dan minum.
Tujuan Konsumsi
Tujuan konsumsi dalam
Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi
ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian,
perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah
terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan
dan minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup
aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial dan terhindar dari perbuatan yang dilarang.
Etika Konsumsi
Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut:
a.
Tauhid (Unity/
Kesatuan)
Karakteristik utama
dan pokok dalam Islam adalah “tauhid” yang menurut Qardhawi
dibagi menjadi dua kriteria, yaitu tujuan dan sudut pandang. Kriteria pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran Islam
adalah menjaga hubungan baik dan mencapai ridha-Nya. Sehingga pengabdian kepada
Allah merupakan tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras
manusia dalam kehidupan yang fana ini. Kriteria kedua adalah sumber hukum dan sistem.[9] Kriteria ini merupakan
suatu sistem yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria
pertama) yang bersumber al-Qur’an dan Hadits Rasul.
b.
Adil (Equilibrium/
Keadilan)
Khursid Ahmad
mengatakan, kata ‘adl dapat diartikan seimbang (balance). Atas sebab dasar itu
ia menyebutkan konsep al-‘adl dalam prespektif Islam
adalah keadilan Ilahi. Salah satu manifestasi keadilan menurut
al-Qur’an adalah kesejahteraan. Keadilan akan mengantarkan manusia kepada
ketaqwaan, dan ketaqwaan akan menghasilkan kesejahteraan bagi manusia itu
sendiri.
c.
Free Will (Kehendak
Bebas)
Manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan
kehidupannya sendiri manakala Allah menurunkannya ke bumi.[10] Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan ini
tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang
didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan.
d.
Amanah (Responsibility/
Pertanggungjawaban)
Etika dari kehendak
bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan
perbuatan maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.[11] Dengan demikian prinsip
tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip kehendak
bebas.
e.
Halal
Kehalalan adalah salah
satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi salam kerangka
Ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya
keburukan yang ditimbulkan oleh barang tersebut.
f.
Sederhana
Sederhana dalam
konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkomunikasi. Diantara dua cara
hidup yang ekstrim antara paham materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur’an menegaskan bahwa dalam
berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.
2.3 Distribusi dalam Islam
System
ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus
berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan.
Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh
nilai-nilai agama. Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam
al-qur’an agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang
dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi
diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai
suatu keseluruhan.[12]
Urgensi dan
Tujuan Distribusi
Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya
produktif dan mendukung para pedangang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian dari karunia Allah, dan membolehkan orang memiliki modal untuk
berdagang, tetapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan atas
prinsip-prinsip sebagai berikut:
·
Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu
dan kepentingan masyarakat.
·
Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada
keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijab kabul dalam akad-akad.
·
Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah
lembut.
·
Jelas dan jauh dari perselisihan.
Tujuan Distribusi dalam Ekonomi Islam
·
Tujuan Dakwah, yakni dakwah kepada Islam dan
menyatukan hati kepadanya.
·
Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan dalam
distribusi adalah seperti dalam surah at-Taubah ayat 103.
·
Tujuan sosial, yakni memenuhi kebutuhan
masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan
perkelahian.
·
Tujuan Ekonomi, yakni pengembangan harta dan
pembersihannya, memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik
dalam menempatkan sesuatu.
a. Selalu
menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b. Transfaran,
dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
c. Adil,
dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.
d. Tolong
menolong, toleransi dan sedekah.
e. Tidak
melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f. Tidak
pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
g. Larangan
Ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga.
h. Mencari
keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang
semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa
memikirkan orang lain.
i.
Distribusi kekayaan yang meluas, Islam mencegah
penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan
kepada seluruh lapisan masyarakat.
j.
Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak
ada diskriminasi atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan penjelasan di
atas bahwa semua kegiatan baik produksi, konsumsi dan distribusi harus sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar yaitu prinsip tauhid, prinsip keadilan, prinsip kebebasan dan prinsip
pertanggungjawaban. Manusia dalam
berproduksi, konsumsi dan distribusi harus sesuai dengan etika Islam yang menjadikan kemakmuran dan ketentraman dalam bermasyarakat.
Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
a. Peringatan Allah akan kekayaan alam.
b. Berproduksi dalam lingkaran yang halal.
c. Etika dalam mengelola sumber daya alam.
d. Etika dalam berproduksi harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah Islam.
e. Sebagai Khalifah di muka.
Etika Konsumsi menurut
Islam, antara lain:
a. Tauhid (Unity/ Kesatuan)
b. Adil (Equilibrium/ Keadilan)
c. Free Will (Kehendak Bebas)
d. Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban)
e. Halal
f. Sederhana
Etika Distribusi
menurut Islam, antara lain:
a. Larangan Ikhtikar.
b. Mencari keuntungan yang wajar.
c. Distribusi kekayaan yang meluas.
d. Kesamaan Sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Qardhawi Yusuf, Peran
Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, 2001, Jakarta: Robbani Press
Karim Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, 2007, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Issa Beekum Rafik, Etika Bisnis Islam, 1997,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ahmad Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam,
2003, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
http://santridrajat.blogspot.com/2013/03/produksi-konsumsi-dan.html
Langganan:
Postingan (Atom)
Blog Subscription
Search this blog
Mengenai Saya
Popular Posts
-
MAKALAH AL-QIYAS (Syllogisme) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq Dosen pengampu: Drs. MAT JALIL. M.H...
-
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI Add caption (STAIN) JURAI SIWO METRO LAPORAN TUGAS HADIS EKONOMI DORONGAN ME...
-
Pertandingan Derby Pertandingan derby adalah pertandingan antara tim sepak bola yang mempertemukan dua tim yang masing-masing memiliki s...
-
Namaku Anggi Pratiwi. Biasa disapa Anggi. Lahir di salah satu desa di Lampung Utara tepatnya di desa Trimodadi kecamatan Abung Selatan p...
-
banjir bundaran hi. ©2013 Merdeka.com/ Kota Jakarta yang sering kali dilanda banjir, macet dan polusi dinilai sudah tidak layak menjadi s...
-
Imam Syafi’i (150-204 H/769-820 M) Imam Syafi’i yang dikenal sebagai pendiri mazhab Syafi’i adalah: Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Qura...
-
PTKP Baru berlaku mulai tgl. 01 Januari 2013 | Direktorat Jenderal Pajak
-
Apa makna di balik urutan tinggi jari tangan? Tidak mudah juga untuk menjawab ini. Mungkin jawaban umumnya adalah hal itu diciptakan ...
-
Berawal pada tahun 2008. Saat itu, aku seorang Anggi Pratiwi masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 K...
Blog Archive
- Februari 2017 (1)
- Februari 2015 (1)
- Januari 2014 (1)
- Mei 2013 (1)
- Maret 2013 (12)
- Januari 2013 (11)
- Desember 2012 (1)
- November 2012 (2)
- Maret 2012 (1)
- Februari 2012 (4)
TO ANGGI PRATIWI BLOG