Derajat Wanita



Wanita dalam Pandangan Bangsa Arab Jahiliyah
          Wanita dalam pandangan bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam sangat hina. Mereka merasa malu dan terhina apabila isterinya melahirkan anak seorang wanita, sehingga apabila istri hamil sisuami telah menyediakan sebuah lubang. Apabila anak yang dilahirkan itu seorang wanita maka akan segera dikubur hidup-hidup agar terlepas dari rasa malu, Kalaupun anak wanita dibiarkan hidup nasibnya akan sangat buruk, diperlakukan sebagai budak belian, mengangkut beban yang berat atau paling baik nasibnya diperlakukan sebagai boneka dipaksa untuk melakukan pelacuran atau dimadu dengan tidak terbatas (Thahar,1982:23)
Seorang ayah akan tega mengubur anaknya hidup-hidup demi kehormatan suku dan keluarganya. Jika seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya maka di harus masuk kurungan dan dengan memakai pakaian yang buruk.
Dan tidak boleh memakai harum-harumanan sebelum satu tahun dan tidak menerima warisan, tetapi dapat menjadi warisan sehingga bila seseorang yang wafat meninggalkan wanita maka saudara tuanya orang yang paling dekat dengannya akan mendapat warisan untuk memiliki jandanya. Rendahnya martabat wanita ini juga terlihat dengan hakikat perkawinan mereka yang bersifat possessive. Mereka tidak memberi batasan berapa jumlah wanita yang boleh dinikahi oleh laki-laki. (Fakih, 1996:51-52) Wanita yang dicerai juga tidak mempunyai iddah sehingga dapat dirujuk aleh suaminya kapan saja ia suka.

Wanita dalam pandangan bangsa Indonesia.
     Bangsa Indonesia dahulu turut merendahkan wanita sebagaimana bangsa lainnya sekalipun tidak menamakannya dengan Iblis atau binatang tetapi intinya tetap menganggap bahwa wanita itu tidak berharga sama sekali. Wanita tidak diperbolehkan maju sama dengan kaum laki-laki karenanya wanita dididik untuk mengurus rumah tangga den memperhambakan dirinya kepada laki-laki. Wanita dimulai dipingit setelah berusia 12 tahun, dan tidak mementingkan pendidikan, dan pengaruh yang lama ini masih mempengaruhi pola pikir masyarakat pedesaan. Mereka beranggapan bahwa tidak perlu berpendidikan yang tinggi bagi anak wanita karena tempatnya di dalam rumah. "Setinggi-tingginya wanita tetap kembalinya di dapur" suatu semboyan yang salah besar yang masih didapati dalam masyarakat Indonesia.
Di Indonesia yang menjadi ingatan kaum wanita yang telah berjuang untuk mengangkat derajat kaum wanita adalah Ibu R.A Kartini (1879-1904), seorang tokoh yang menyadari bahwa seharusnya tidak ada perbedaan pendidikan antara laki-laki dan wanita. Perjuanganya berhasil dan jasa-jasanya tetap dikenang bangsa Indonesia hingga sekarang ini. Menurut Bachtiar (1979:58) memang Kartini sebagai lambang perjuangan kaum wanita namun dalam kenyataan sejarah di Indonesia pernah ada wanita yang memimpin negara (negara dalam arti wilayah yang sekarang disebut dengan provinsi setelah Indonesia Merdeka) yakni Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatudddin Johan Berdaulat dari Aceh yang memerintah Aceh menggantikan suaminya pada tahun 1641 dan Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan yang menggantikan kakeknya pada tahun 1856 untuk menjadi kepala negara di Kerajaan Tanette atau Datu Tanette. Keduan tokoh ini jarang disebut dalam sejarah.
Namun demikian di daerah-daerah hingga sekarang masih terlihat juga kesenjangan yang sangat jauh antara laki-laki dan wanita. Wanita masih saja dianggap lebih rendah dari wanita. Misal di daerah Batak sebuah keluarga tidak akan merasa bangga sebelum memiliki anak laki-laki.

Wanita dalam pandangan agama diluar Islam.
        Agama-agama yang ada selain Islam memandang rendah terhadap wanita sebagaimana yang disebutkan dalam kitab agama yang mereka tulis. Misalnya dalam agama Hindu, Berahma memandang wanita dengan sangat rendahnya seperti dituliskan oleh Manu yang dikutip Glen kamarisah Thahar:
Orang kehilangan kehormatan karena perempuan, dan asal permusuhan adalah perempuan. Perempuan memiliki tabiat menggoda laki-Iaki dan tidak pernah dapat mandiri. Wanita.tidak diperkenankan menuruti kehendaknya sendiri tapi harus tunduk kepada orang tua(yang belum menikah)atau pada suaminya. Wanita itu sama dengan budak belian yang punya satu tuan yakni suaminya.(Thahar ,1982:30)
Kita melihat dalam pelaksanaan keagamaan orang hindu bahwa apabila seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya maka harus rela dibakar hidup-hidup sebagai tanda kesetiaann dan kecintaan seorang istri terhadap suaminya. Betapa menyedihkan nasib wanita, padahal kalau seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya, tidak disuruh untuk menyertai isterinya dibakar.
Dalam pandangan agama Yahudi seorang wanita dijadikan Tuhan dengan mencabut tulang Nabi Adam, apabila seorang wanita melahirkan anak laki-Iaki dia menjadi najis selama satu minggu tetapi jika dia melahirkan anak perempuan dia menjadi najis dalam dua minggu. (Imamat pasal 12:2). Ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan laki-laki dengan perempuan. Setiap orang yahudi laki-laki dalam sembahyangnya setiap pagi memujakan "Terpujilah Tuhan yang telah membuatku tidak perempuan" (Thahar.1982:37) Dan perempuan Yahudi bersembahyang mengucapkan. "Terpujilah Tuhan Robbul Alamin, bahwa la membuat aku menurut kehendaknya" . Sementara dalam agama kristen disebutkan dalam perjanjian baru bahwa: "Tetapi aku suka kamu mengetahui, bahwa kepala tiap laki-laki itu Kristus dan kepala perempuan itu Laki-laki dan kepala Kristus itu Allah". (Korintus I pasal 11: 3). Diayat lain dinyatakan agar wanita itu tunduk dan patuh pada suami karena laki-laki yang menjadi suaminya adalah pemimpin bagi istrinya. Sehingga dalam sidang Jumat wanita dilarang untuk berbicara kalaupun dia ingin bertanya cukup pada suaminya dirumah, karena wanita tidak punya hak untuk berbicara dalam sidang jumat.
Dalam agama Kong Hu Chu wanita direndahkan dan laki-laki itu disucikan sebagai tanda kesucian mereka itu, wanita dilarang duduk bersama-sama dengan mereka untuk menuntut ilmu.

Wanita dalam Pandangan Agama Islam
          Dalam pandangan Islam tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan wanita. Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin telah mengangkat derajat kaum wanita dari penindasa dari ajaran-ajaran sebelumnya. Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita itu sama yakni mempunyai hak dan kewajiban dan tidak ada yang lebih dimuliakan kecuali orang yang lebih bertaqwa.
Islam adalah konsep aturan-aturan yang maha Pencipta untuk manusia adat. Ajaran Islam menetukan keseimbangan tindakan manusia dengan hukum alam. Islam menuntun manusia pria dan wanita, dalam melaksanakan tugas kehidupannya sebagai khlifah dimuka bumi.
Islam yang telah digariskan dalam al-Quran bukanlah risalah tentang filsafaht, namun mengungkapkan secara eksplisit tentang tiga topik filsafat alam semesta, manusia dan masyarakat. Dalam pandangan tentang pria dan wanita al-Quran menerangkan bahwa keduanya dalam penciptaannya pada hakikatnya berasal dari satu jiwa dan sifat serta esensi yang sama pula.
Wahai sekalian manusia, bertqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan daripadanya tuhan menciptakan pasangannya dan daripada keduanya diperkembang biakkan laki-laki dan wanita yang banyak. (QS 4: 1).
Disini jelas ditekankan bahwa tidak adanya adat perbedaan derajat antara pria dan wanita. Dengan kata lain tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Keduanya memang tidak diciptakan dalam bentuk yang sama persis, melainkan sebagai pasangan yang saling melengkapi manusia. Pasangan ini memiliki kemampauan yang berbeda, laki-laki lebih kuat fisiknya sehingga dapat bekerja yang berat sedangkan wanita fisiknya lembut, memungkinkan baginya pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan dalam kesabaran. Jiwa laki-Iaki lebih mudah bergalak dan lebih kasar sedangkan wanita lebih tenang dan lebih halus, yang membutuhkan pengayoman. Perbedaan in selintas menunjukkan masing-masing punya kelebihan dan kekurangan tetapi bila ditelaah lebih jauh, ini merupakan sinkranisasi alam yang harmonis bila dipadukan.
Ketentuan Islam dalam meletakkan posisi pria dan wanita berdasarkan pada bakat dan kecendrungan alam yang mereka alami, tanpa pemaksaan yang tidak sesuai dengan kondisi alami pria dan wanita. Karenanya posisi yang digariskan islam disesuaikan dengan identitas yang has dan selaras dengan apa yang ada pada pria dan wanita.
Islam memberikan hak-hak wanita yakni sebagaimana yang telah digariskan dalam Islam antara lain:
1) Wanita menjadi pasangan bagi pria (OS. 4:1, 16:72, 2:187, 30:189, 42:11, 9:71, 49:13)
2) Iman searang wanita dinilai sama dengan pria tanpa perbedaan (OS 33:35, 38, 85:10, 47:19, 49:13)
3) Wanita dan pria mendapat imbalan yang sama atas perbuatan amal kebaikannya (QS 33:35, 3:195, 4:124, 16:97, 49:13).
4) Wanita dan pria memiliki hak yang sama dalam memperoleh harta dan memilikinya. (QS 4:4, 32)
Islam telah menempatkan wanita pada tempat yang sebaik-baiknya, namun kadang wanita tidak menyadarinya.


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1647/1/arab-nasrah.pdf