Berawal pada tahun 2008. Saat itu, aku
seorang Anggi Pratiwi masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Negeri 1 Kotabumi. Masa-masa pubertas baru saja dimulai. Saat itu pula aku baru
mengenal kehidupan sebagai remaja yang pada umumnya telah mengenal teman lawan
jenis. Sebelumnya aku hanya disibukkan dengan tugas-tugas sekolah yang banyak,
sehingga tidak terpikir tentang cinta kepada lawan jenis dan mempunyai pacar. Aku
berbeda dengan teman-teman, umumnya mereka telah mengenal pacaran sajak SMP.
Saat aku SMP tidak ada sedikitpun rasa untuk memepunyai pacar seperti
kebanyakan dari mereka. Mungkin karena aku agak sedikit tomboi, jadi teman
laki-laki itu ku anggap sabagai teman yang kadang menjadi lawan berkelahi.
Adapun salah satu dari mereka yang pernah ada feeling denganku, aku hanya tertawa dan mengabaikannya begitu saja.
Ketika
aku masuk ke SMK, aku mulai merubah penampilan. Aku sebagai seorang remaja
muslim sadar akan kewajiban menutup aurat, sehingga aku memutuskan untuk
bersekolah mengenakan jilbab. Sejak saat itu aku juga merubah perilaku ku
sebagai seorang remaja putri yang penuh dengan rasa ingin tahu. Aku mulai
mengenal yang namanya pacaran pada awal kelas XI. Saat itu temanku
memeperkenalkanku dengan salah satu teman sekelasnya. Kebetulan kami berbeda
sekolah, dia bersekolah di SMA 2 Kotabumi. Saat itu kami berkenalan hanya
melalui Handphone, kami hanya SMSan.
Awalnya
kami berkenalan tanpa mengetahui bagaimana bentuk wajahnya. Sedikit penasaran,
tapi aku pikir tidak masalah bagaimanapun wujud aslinya. Dia bernama Denni,
saat itu dia berada satu tingkat diatasku. Hampir setiap hari kami SMSan, dia orang
yang baik dan sedikit bersikap dingin dengan perempuan. Sekian lama aku memperhatikannya,
dan aku semakin paham bagaimana sikap, sifat dan karakternya. Dia tidak seperti
kebanyakan anak laki-laki lainnya. Dia begitu pendiam dan misterius atau sulit
untuk ditebak.
Beberapa
bulan sudah kami berkenalan dan SMSan. Saat itu kami baru mengenal jejaring
sosial Facebook, dan belum trend atau belum banyak yang mengenal facebook seperti saat ini. Aku
menganjurkan dia untuk membuat akun facebook
karena saat itu belum terlalu populer. Disisi lain aku juga ingin sekali
melihat fotonya. Tetapi saat itu dia tidak menggunakan foto aslinya, melainkan
hanya menggunakan sebuah foto animasi kartun. Semakin penasaran ku dibuatnya.
“Apa dia juga penasaran ya kepadaku?.
Ah, mungkin aja enggak.” Kata hatiku.
Kemudian aku pun memberanikan diri untuk
memintanya mengupload foto wajahnya. Dia
membalas SMS saya dengan sebuah senyuman dan menganjurkan agar saya terlebih
dahulu yang mengupload foto saya.
Entah tidak tahu mengapa saya langsung saja melakukan apa yang dianjurkan
olehnya.
“Kak, upload sih foto kakak
itu!” kataku.
“Iya, nanti aku upload fotonya.
Tapi, foto kamu dulu ya yang diupload.” Jawabnya santai.
“Hmm..gimana ya. Ya udah deh kak,
nanti aku upload fotoku.”
“Oke deh.” Balasnya.
Foto
pun telah berhasil ku upload, aku
memberitahukannya bahwa aku telah melakukan apa yang dia anjurkan, kemudian aku
menagih janjinya yang akan mengupload fotonya.
Dan ia pun menepati janjinya.
“Wajah yang manis”, terucap didalam
hatiku saat melihat fotonya.
“Apa dia juga ngerasain seperti yang aku
rasain ya pas lihat fotoku?”. Sebuah pertanyaan yang menggelikan. Aku hanya
tersenyum membayangkannya.
Setengah
tahun sudah kami menjalin komunikasi. Aku merasakan sesuatu yang sebelumnya
belum pernah ku rasakan. Rasanya hati begitu bahagia saat Denni SMS aku, dan
saat sehari saja dia tidak SMS, entah mengapa hatiku menjadi gelisah tidak
karuan. Mungkin karena kami terbiasa SMSan. Kata orang jawa, Weteng tresno jalaran seko kulino. Cinta
datang karena terbiasa. Dalam hati kecil ku lahir seribu pertanyaan,
“Apa ini yang dinamain cinta?”. Hingga
rasa itu terbukti jika aku benar menyukainya. “Apa yang telah terjadi? Ya Allah,
akankah rasa ini terbalas? Apakah dia juga merasakan hal yang sama?.”
Setiap
hari aku semakin penasaran dengan seluk beluknya. Aku bertanya kepada teman
saya tentang bagaimana keadaan dia, bagaimana keluarganya, dan masih banyak
lagi. Ternyata dia dari keluarga yang berada. Aku sempat berkecil hati, dan mengurungkan
perasaanku ini kepadanya. Betapa tidak, aku terlahir dari keluarga seorang
petani, dan bukan dari kalangan orang yang berada.
“Apakah mungkin dia dan keluarganya
mau menerimaku?”. Lagi-lagi hati ini mengajukan pertanyaan.
Rasa ini biar kupendam saja, dan mungkin tidak
ada seorangpun yang tahu. Tapi, sungguh sakit rasanya memendam perasaan cinta
terhadap seseorang. Hingga suatu ketika aku melihat ada seorang perempuan
mengomentari sebuah foto di album facebook
milik Denni, hati ini rasanya sangat tidak menyukai perempuan itu, aku jealous!. Padahal posisi Denni saat itu
belum menjadi pacarku.
“Alangkah bodoh!, apa yang udah aku
lakuin?, Denni bukan siapa-siapaku, jadi buat apa aku jealous.” Ngomel sendiri.
Rasa itu masih tersimpan dihati ini,
entah sampai kapan ku mampu mengungkapkan rasa ini kepadanya. Suatu ketika,
setelah hampir satu tahun kami menjalin komunikasi, ada yang berbeda pada sikap
dan perilakunya kepadaku. Denni terlihat lebih peduli kepadaku, bahkan dia
pernah berkata kepadaku,
“Ada yang kurang kalau kamu enggak SMS.”
Sungguh bahagia saat itu.
“Apakah cintaku akan terbalas?”
pikirku.
Hari demi hari kurasakan adanya
perubahan darinya. Hingga pada suatu hari dia pernah memanggilku dengan sebutan
“sayang”, aku terkejut bukan main. Rasanya, hati ini seperti ingin meledak.
Betapa bahagianya malam itu. Pagi harinya saya menceritakan semua tentang apa
yang terjadi malam itu kepada teman
sebangku aku di sekolah, kemudian dia munyuruhku menanyakan apa maksud Denni
memanggilku dengan sebutan seperti itu. Kemudian aku pun mengiyakan apa yang dia katakan. Dengan hati yang
deg-degan, aku memberanikan diri bertanya kepada Denni apakah maksudnya
memanggilku dengan sebutan “sayang”. Setelah menunggu beberapa lama, handphone saya bergetar, ternyata ada
satu pasan dari Denni. Hati pun semakin berdegup kencang bagai genderang mau
perang, seperti salah satu lirik lagu milik Ahmad Dani. Dengan hati yang berasa
seperti permen Nano-nano yang rame
rasanya, aku membuka pesan itu, dan ternyata... dia hanya membalas dengan
sebuah simbol smile yang ada di handphone.
“Uh, sebel banget rasanya.” Dalam hati
saya.
Tetapi tak lama kemudian Denni mengirimkan
satu buah pesan lagi. Dia mengatakan,
“Apa kamu nyaman dipanggilan begitu?”
Aku pun hanya membalas dengan simbol smile.
“Kalau kamu merasa nyaman aku panggil
begitu, apa aku boleh manggil kamu begitu?, Dan apa aku boleh sayang sama
kamu?”
Serasa bumi terbelah dua, aku tidak
mampu berkata-kata lagi dan bingung harus menjawab bagaimana. Akhirnya aku
mengajukan pertanyaan kepadanya,
“Apa kakak mau menerima keadaanku yang
mungkin enggak sepadan dengan keadaanmu?, kita juga belum pernah ketemu, apa kakak
mau terima aku dengan segala kekurangan ini?”
Dia mengatakan,
“Kita manusia sama aja, enggak ada
yang membedakan kecuali amal shalehnya, insya
Allah aku akan terima kamu apa adanya dan saya enggak akan nuntut kamu lebih, kamu sendiri gimana?, apa kamu
juga bisa terima aku apa adanya?. Kalau kamu belum tau jawabannya, aku kasih
waktu kok buat kamu mikirin jawaban atas pertanyaanku tadi”. Semakin luluh tak
berdaya hati ini dibuatnya.
Pada hari itu juga, tepatnya pada
tanggal 24 Mei 2010, aku menerimanya
sebagai teman pribadi, bisa dibilang pacar. Sungguh bahagia rasaku terbalas. Aku
memutuskan untuk memilihnya sebagai pacar aku walaupun raga belum pernah
berjumpa, mungkin karena dengan sikap dan gaya bicaranya, dia telah mampu
menyihir hati aku. Aku bisa merasakan jika Denni adalah orang yang baik dan
sholeh, terlihat dari setiap tutur katanya saat berbicara denganku. Kami memulai
semuanya dengan begitu indah. Kesan yang indah untuk dikenang.
Belum lama kami pacaran, dia sudah
lulus sekolah dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Dia memutuskan untuk
melanjutkan pendidikannya ke Institut Tekhnologi Sepuluh November (ITS) di
Surabaya. Sedikit muncul rasa sedih di dalam hati ini. Namun demi cita-cita dan
masa depannya, aku pun turut mendukung keputusannya.
Kami memutuskan untuk bertemu pada
saat hari raya Idul Fitri 1431 H. Denni datang kerumahku untuk pertama kalinya.
Aku hanya memberinya alamat, dan dia berusaha menemukan rumahku meskipun dengan
perjuangan karena dia belum mengetahui dimana rumahku sebelumnya.
Akhirnya, kami pun bertemu. Rasa hati
tidak karuan, deg-degan, penasaran, senang, bercampur menjadi satu. Saat
bertemu, kami bersalaman dan duduk diruang tamu. Kami saling terdiam, tidak
tahu entah apa yang akan dibicarakan. Setelah lama terdiam, aku memecahkan
kesunyian itu dengan menyodorkan sebuah pertanyaan padanya. Dia menjawabnya
dengan sedikit malu. Saat sunyi terdiam seribu kata kembali tarulang, entah
tidak tahu apa yang ada dipikiran kami saat itu. Kebetulan lebaran saat itu
adalah hari jum’at, sehingga Denni memutuskan untuk pergi ke masjid dekat dengan
rumahku untuk menunaikan shalat jum’at karena hari menjelang siang.
Selepas shalat jum’at Denni kembali
kerumahku, dia mengajakku bersilaturahmi kerumah temanku. Tetapi aku harus
meminta izin terlebih dahulu kepada orang tua ku. Setelah mendapatkan izin,
kami memutuskan untuk berangkat. Perasaanku tentu senang saat itu.
”apakah dia merasakan hal yang sama?”
Pertanyaan itu muncul kembali. Dan
kami pun telah sampai dirumah salah satu temanku. Tak terasa waktupun berjalan
begitu cepat dan terasa singkat. Akhirnya kami pulang karena hari telah sore
dan juga karena ibuku berulang kali mengirimkan SMS menanyakan sudah pulang
atau belum.
Beberap hari setelah kami bertemu,
Denni datang kembali kerumahku, dia mengatakan,
”Aku pamit ya, besok aku mau berangkat ke
Surabaya, baik-baik ya di sini, insya
Allah aku pulang pas liburan semesteran.”
Sambil menyerahkan beberapa batang
cokelat kepadaku, karena dia tahu kalau aku sangat menggemari cokelat. Perasaan
sedih tentu saja ada. Bagaimana tidak, kami baru saja bertemu dan kini kami
akan berpisah kembali. Aku hanya berpesan,
“Jangan lupa sholat, jaga kesehatan
dan jaga hati saat disana ya kak.”
Dia tersenyum dan berkata,
“Tentu aja.”
Akhirnya, keesokkan harinya Denni
pergi ke Surabaya, tetapi aku tidak ikut melepas kepergiannya. Aku hanya bisa
berkomunikasi lewat SMS. Dan aku menjalani hari-hari seperti biasanya, tanpa
ada dia disini. Dan menunggu kedatangannya enam bulan yang akan datang. Itulah
waktu yang musti kami tempuh untuk dapat bertemu kembali, karena Denni pulang
ke Lampung hanya saat libur semester saja.
Enam bulan berjalan begitu cepat,
Denni kembali ke Lampung. Aku merasa senang karena akan bertemu dengannya lagi.
Saat itu aku sudah berada di kelas XII, sehingga aku sering di jemputnya saat
pulang les di sekolah. Saat itu, dia sering membelikan saya ice cream dan cokelat. Dia hanya libur 2
minggu, jadi terasa sangat singkat. Dan itu terjadi terus menerus hingga
sekarang.
Tidak terasa, pada tanggal 24 Mei
2011, setahun sudah perjalanan kami. Dihari itu kami merasa bahagia, beribu
harapan telah dimunajatkan kepada Allah SWT.
Ya Allah…
Jadikanlah hubungan kami tidak melebihi
batasan larangan-laranganMu
Mendapatkan berkah dan Ridho dariMu
Semoga cinta kami tak melebihi cinta kepadaMu
dan cinta kepada rosulMu
Saat liburan semester dua, liburannya
cukup lama, kira-kira sekitar 2 bulan lamanya, sekaligus libur bulan Ramadhan.
Saat itu juga aku telah lulus dari SMK, dan aku pun sudah diterima di STAIN
Jurai Siwo Metro pada prodi Ekonomi Islam. Ketika akan melakukan daftar ulang,
aku di hantarnya ke kota Metro. Dia menemaniku daftar ulang dari awal hingga
selesai. Terkadang dia terlihat lelah dan sesekali aku memintanya untuk duduk
saja. Siang itu turun hujan yang cukup lebat sehingga agak menghambat proses
daftar ulang sehingga kami selesai pada pukul 14.30 WIB. Akhirnya kami memutuskan
untuk segera pulang karena hari sudah sore dan jarak antara kota Metro dan
Kotabumi cukup jauh.
Entah tidak tahu mengapa aku merasa
nyaman dan bahagia saat bersamanya. Dia begitu baik kepadaku. Sebelumnya, aku
belum pernah temukan orang sebaik dia. Dia begitu mengertiku, perhatian, dan
masih banyak lagi kebaikan-kebaikan yang aku temukan pada dirinya. Kali ini aku
benar-banar merasakan adanya cinta yang tulus untukku.
Pada tanggal 26 Juli 2011 yang lalu, usiaku
genap 18 tahun. Tetapi aku tidak dapat bertemu dengannya dikarenakan saat itu aku
sedang mengikuti OPAK di STAIN Jurai Siwo Metro. Mungkin dia cukup kecewa, tapi
itu semua tidak bisa diganggu gugat.
“Kak, maaf ya. Aku enggak bisa ketemu
kakak pas hari ulang tahunku. Ya, mau gimana lagi, ini juga kepentingan kampus
kak.” Kataku.
“Iya, enggak apa-apa kok.” Jawabnya.
“makasih ya kak udah mau mengerti
aku.” Ucapku.
“iya sayang, sama-sama.” Sahutnya
sambil tersenyum.
Tepat pukul 00.00 WIB, Denni mengirimkan
ucapan selamat ulang tahun untukku, sebuah kata-kata sederhana yang dia
ciptakan untukku.
Detik berlalu tanpa atau dengan kau
beri makna
Jam berganti tanpa atau dengan
pedulimu
Hari-hari bergati tanpa atau dengan
tanpa baktimu
Selamat ulang tahun ku ucapkan
kepadamu kekasihku
Meski tak semahal berlian
Meskipun tak sewangi bunga mawar
Juga tak seindah rangkaian puisi
Hanya kalimat sederhana yang mampu ku
buat
Dengan do’a disetiap kata yang terucap
Bergeraklah perlahan wahai sang waktu
Berhentilah sejenak walau tuk sekali
ini saja
Karena sedetikpun aku tak boleh
terlambat
Kadang hadiah terbaik datang dari
sebuah pemahaman
Maka renungkanlah sejenak dihari
kelahiranmu
Kini dirimu telah tumbuh dewasa
Happy birthday sayang
Semoga senantiasa sehat selalu dan
berada dalam lindunganNya.
Amin.
Aku senang sekali, meskipun aku tidak
dapat bertemu dengannya di hari bahagia itu. Setelah OPAK selesai, aku langsung
pulang ke Kotabumi. Saat itu dia mengatakan akan menjemputku pulang kerumah
ketika saya sampai gang menuju rumahku. Tetapi ternyata dia tertidur dan tidak
menjemputku. Aku sempat kecewa saat itu, dia meminta maaf kapadaku karena dia
tidak sengaja tertidur. Entah tidak tahu kenapa, aku menjadi marah kepadanya.
Mungkin rasa kecewaku ini yang membuatku sangat marah kepadanya. Tetapi dengan
sabarnya, dia meminta maaf kepadaku, hingga membuatku menangis di depannya. Dia
pun tampak bingung ketika aku menangis
di hadapannya dan berusaha untuk menenangkan hatiku. Hingga akhirnya semua
masalah terselesaikan.
Saat memasuki bulan Ramadhan, kami
sering bertemu untuk berkeliling-keliling saja, dengan kata lain ngabuburit. Biasanya kami pergi ke taman
kota, atau kami hanya berkeliling-keliling saja. Seperti biasanya, dia
menjemputku pukul 16.00 WIB dengan mengendarai motor. Tidak jarang kami singgah
untuk membeli makanan untuk berbuka puasa. Dia juga memberikan sebuah boneka Teddy Bear besar berwarna biru muda sebagai
hadiah ulang tahun untukku. Aku merasa dia sangat menyayangiku.
Saat pertengahan bulan Ramadhan dia
bertanya,
“Kamu mau enggak aku ajak ke rumah pas
lebaran?, sekalian kenalan sama keluarga, biar akrab gitu.” Tentu aku kaget.
“Hmm, gimana ya kak?. Aku malu sama
keluarga kakak.”
“Kenapa mesti malu to?” jawabnya
dengan cepat.
“Ya…aku malu aja kak.”
“Udah, tenang aja. Keluargaku
biasa-biasa aja kok, enggak kayak yang kamu pikirin.” Tegasnya.
“Ya udah deh, aku mau kak.”
“Nah, gitu dong dari tadi.” Sahutnya
sambil tersenyum.
Dan hari itu akhirnya tiba, hari
terakhir puasa di bulan Ramadhan. Rasa bahagia karena besok lebaran tetapi
bercampur galau karena jika besok
lebaran, berarti aku akan bertemu dengan keluarganya. Tetapi pada malam yang
seharusnya menjadi malam takbir itu tiba-tiba dikagetkan dengan keluarnya
keputusan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh satu hari yang akan datang . Walaupun
lebaran dimundurkan, aku senang karena setidaknya rasa deg-degan ini berkurang.
Akhirnya, saat itu tiba. Malam puncak
1 Syawal, malam dimana seluruh umat islam mengumandangkan takbir. Malam yang
begitu indah, malam yang penuh dengan suka cita, malam kemenangan bagi umat
islam. Pagi hari yang luar biasa pada 1 Syawal, dimana saat membuka mata,
disambut dengan alunan-alunan takbir yang menggema. Subhanallah, sugguh nikmat rasanya jika setiap hari seperti pagi 1
Syawal.
Selepas shalat Ied di masjid, Denni
menghubungiku, mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Disaat itu juga aku
memutuskan untuk datang ke rumahnya pada hari lebaran yang kedua karena pada
hari pertama, aku biasanya bersilaturahmi kepada sanak saudara dan juga
tetangga sekitar rumah, dan dia pun mengiyakan permintaan itu. Dan keesokan
harinya, dia menjemputku untuk datang ke kediamannya. Hati ini deg-degan luar
biasa. Dia meminta izin kepada orang tua ku dan kami pun berangkat menuju
rumahnya. Ternyata jarak rumah kami jauh sekali.
Sesampainya disana yang menyambut kami
adalah adiknya yang paling kecil, anak laki-laki yang imut, pipinya yang begitu
cubby membuatku ingin mencubit
pipinya, Dhandy namanya. Kami masuk
kedalam rumah, kemudian aku bersalaman dengan keluarganya. Keluarganya sangat
baik sekali kepada saya. Sungguh keluarga yang harmonis. Ibunya, sosok ibu yang
penyayang kapada keluarganya. Ayahnya, menurutku adalah orang yang tegas,
bijaksana dan juga penyayang. Itu yang aku rasakan saat ku berada di
kediamannya. Sikap ramah keluarganya membuatku nyaman berada di antara mereka.
Dan tak terasa hari telah sore, aku berpamitan untuk pulang. Keluarganya
menghantarku sampai teras rumah. Hari itu terasa sangat menyenangkan, tidak
seperti yang ku bayangkan sebelumnya.
Keesokan harinya, kami memutuskan
untuk bertemu kembali, karena lusa dia akan berangkat menuju Surabaya lagi.
Kami menghabiskan waktu bersama, berjalan-jalan mengelilingi kota. Terasa sedih
ketika mengingat dia akan pergi lagi, tapi itu sudah menjadi konsekuensi dari awal. Dan dia pun benar-benar
pergi meninggalkanku untuk yang kesekian kalinya.
Sudah hampir enam bulan, pertanda Denni
akan kembali ke Lampung, dia akan pulang sekitar pertengahan bulan Januari
2012, libur semester tiga. Rasa ingin bertemu dan rasa bahagia begitu terasa.
Dan sekarang saya sabar menunggu kedatangannya. Dialah orang yang aku cintai
setelah Allah dan kedua orang tua ku.
Satu setengah tahun, waktu yang belum
cukup lama dia mengisi hari-hari ku yang dahulu kosong tanpa adanya seseorang
dihati ini selain orang tua dan keluargaku. Dia lah yang pertama dan semoga
menjadi yang terakhir untukku. Walaupun kami jarang bertemu, dan bisa dikatakan
hanya dua kali saja bertemu dalam satu tahun, kami saling percaya jika kami
tidak akan berpaling ke lain hati. Kami telah berjanji untuk saling setia
meskipun banyak orang tidak setuju dengan pendapat kami jika pacaran jarak jauh
akan sulit dipertahankan. Tapi kami akan membuktikan jika pacaran jarak jauh
akan lebih baik, dan dapat dipertahankan daripada pacaran jarak dekat. Karena
menurutku, orang yang tidak mampu mempertahankan hubungan jarak jauh adalah
orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya. Akibatnya rasa ingin bertemu
selalu hadir dibenaknya.
Jalan kami memang berbeda dari
kebanyakan orang yang tidak bisa menjalani pacaran jarak jauh atau yang biasa
mereka sebut Long Distance Relationship.
Kami merasa nyaman dan baik-baik saja dengan keadaan ini. Dengan keadaan
seperti ini, kami dapat memahami arti sebuah kesetiaan yang banyak orang
katakan. Banyak orang berkata tentang kesetiaan, namun merka tidak dapat
membuktikannya. Tetapi, di sini kami dapat membuktikannya. Saling menjaga
komunuikasi adalah salah satu cara kami menjaga tali cinta yang telah kami buat
selama ini. Adakalanya hubungan kami mengalami berbagai masalah, sampai
kadang-kadang aku pun merasa tidak bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin.
Tetapi dengan rasa sabar yang luar biasa dia membimbingku agar menyelesaikan
masalah dengan hati yang sabar dan tidak menggunakan emosi.
Mungkin Denni adalah orang yang
benar-benar dapat menerimaku dengan segala kekuranganku, dia selalu mengerti
keadaanku. Walaupun jarak kami jauh, disaat aku butuh bantuan, dia selalu
membantuku semampunya. Dia berbeda dengan anak laki-laki pada zaman sekarang,
dia orang yang baik, tidak nakal seperti kebanyakan anak muda sekarang ini,
sholeh, taat pada orang tua, dan sayang kepada keluarganya. Orang yang
benar-benar ku harapkan bisa menjadi imam keluargaku kelak.
Aku bahagia telah memilih dan menjadi
pilihannya, semoga Allah SWT mengabulkan do’a kami, semoga kami akan selalu
bersama-sama sampai kapan pun hingga maut yang akan memisahkan kami. Amin.